Astaga. Sore macam
apa ini. Kapas warna putih, gigi warna putih, susu warna putih dan sapi minum
susu. Entah apa yang dipikirkana otak ini. Am
I still have any brain? I don’t care about it.
Langit kelabu
memang bukan telak tanda akan turunnya hujan, tapi kali ini iya. Disini hujan
besar, pukul 3 sore. Sudah dikira kaki
ini tidak mungkin ingin beranjak pindah jauh dari ranjang tempat badan gembrot
ini merebah. Tik tok tik tok hujannya mulai surut, dari suara mengalir berubah
menjadi hanya gemericik. Berubah. berbeda
dengan kaki yang belum kuasa untuk
melangkah atau hanya mengenai benda berbentuk kotak, putih dan dingin ini. “kakak
kakak, anterin bunda ke apotik beli makan” sejak kapan keluarga saya makan
dengan lauh pauh dibeli dari apotek? I don’t care. Oke ini saatnya dimana
kakikku tidak hanya diam dbalik selimut. Ayoo lets moving.
Sudah menjadi
kebiasaan seorang wanita untuk menatap sebuah kaca dimanapun itu dalam beberapa
detik atau hitungan menit. Begitupun saya. Menggunakan kerudung perlahan
mencoba tersenyum sebaik mungkin, secantik mungkin berfikir kalau-kalau saya
beretemu seseorang yang saya kenal di sepanjang jalan. Brrmmm, motor saya gas sampai tiba tepat di sebrang apotek, ya
tempat yang menjadi tujuan kami. Tanpa ada yang saya kenal sepanjang perjalanan
yang berarti tidak saya gunakan training tersenyum selama beberapa menit di
kaca tadi. Hingga sampai detiknya saya menyebrangi lebar bahu jalan antara
motor dan apotek. Tiiiiiiit Tiiiittt..
cekiiiit terdengar suara oli rem yang mungkin sudah mulai kering dalam
motor. Hampir fiuhh. Sedetik saja pengendara motor itu membuat suara rem
berbunyi, matilah sudah saya. Memang salah saya yang hanya melihat sisi kiri
dalam penyebrangan itu, harusnya saya tahu sisi itu ada 2, kanan dan kiri. Secara
langsung dan reflex otot muka atau kepala, entah apa iti yang bergerak menuju
asal suara rem tadi berasal, berasal dari motor yang hampir menghantam badan
satu-satunya ini.
WaaaaaaaaaaaaW. Who is he?? God ini nyata? Apa suara
tadi benar berasal dari motor yang ada di sisi kiri saya saat ini? dia. Stuck,
sakit tidak, pusing tidak, kaget tidak. Tapi kenapa badan ini terasa lebih dari
semua itu. Otak muai membeku kakipun ikut membeku bukan karena benda berbentuk
kotak, putih dan dingin tadi, melainkan karena sosok berjaket coklat yang ada
dibalik stang motor hijau. Saya kenal
dia ya sangat mengenalnya, tapi kenapa saya tiba-tiba lupa sama preparation
senyuman tadi? Kenapa tiba-tiba hilang. Mana niat yang tadi saya paparkan
didepan kaca selama bermenit-menit.
Mungkin belum
saatnya senyuman ini saya lontarkan pada seseorang yang memang saya kenal,
berada dijalan dan hampir membuat satu luka lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar